Rabu, 08 Desember 2010
Masyarakat Adat Tamambaloh Palin, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu
Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu merupakan salah satu dari tujuh Daerah Tingkat II di Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten yang terletak di bagian paling Timur Propinsi Kalimantan Barat ini menempati posisi geografis antara 0°08′ LU sampai 1°36 LS dan 111°32′ sampai 114°09′ BT dengan Putussibau sebagai Ibukota Kabupaten, dapat ditempuh lewat transportasi sungai Kapuas sejauh 846 km, lewat jalan darat sejauh 633 km, dan lewat udara ditempuh 2 (dua) jam penerbangan dengan pesawat DAS (Dirgantara Air Service) dari Pontianak.
Di sebelah Utara, Kabupaten Kapuas Hulu berbatasan langsung dengan wilayah Sarawak (Malaysia Timur), sedangkan di sebelah Timur dan Tenggara berbatasan langsung dengan Propinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Di sebelah Selatan dan Barat Kabupaten Kapuas Hulu berbatasan dengan Kabupaten Sintang.
Posisi geografis Kabupaten Kapuas Hulu ini merupakan posisi yang penting terutama dikaitkan dengan pengendalian tata air di Kalimantan Barat karena wilayah ini merupakan wilayah hulu dari sungai Kapuas yang alirannya melalui hampir semua daerah tingkat II di Kalimantan Barat (kecuali Kabupaten Ketapang) dan bermuara di pantai Barat Kalimantan Barat.
Letak Geografis Dusun Sungulo’ Palin
Dusun Sungulo’ Palin merupakan satu dari 6 (enam) Dusun dalam Desa Nanga Nyabau. Lima Dusun lainnya adalah Nanga Nyabau, Tanjung Kerja, Banua Tengah, Lauk I dan Lauk II. Desa Nanga Nyabau sendiri secara administratif bagian dari Kecamatan Embaloh Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat. Dusun ini terletak pada Bujur 112°45′ – 112°55′ BT ; pada Lintang 1°2′ – 1°12′ LU, dan berbatasan ;
Sebelah Utara berbatasan dengan Taman Nasional Betung Kerihun
Sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Benua Tengah dan Dusun Tanjung Kerja
Sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Tanjung Kerja dan Dusun Seluan, Desa Nanga Awin.
Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Suai.
Pembuatan jalan Lintas Utara yang menghubungkan Putussibau dengan Badau sampai ke Malaysia, membuka isolasi wilayah ini meskipun kondisi jalan seringkali rusak dan sarana kendaraan umum yang terbatas.
Gambaran Umum Fisik Wilayah
Dusun Sungulo’ Palin yang letaknya tepat di pinggir Hulu Sungai Nyabau mempunyai fisiografi datar. Pada beberapa bagian mempunyai fisiografi bergelombang. Kelerengan bervariasi antara 0 – 2 % pada wilayah datar dan 2 – 5 % pada wilayah bergelombang. Dusun Ulu Palin terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, sedangkan wilayah adat terletak antara ketinggian 25 m – 500 m di atas permukaan laut.
Curah hujan di wilayah ini termasuk tinggi antara 2000 – 3000 mm setiap tahun, karena letaknya yang berada di kaki Pegunungan Iban. Curah hujan terbesar (bulan basah) jatuh pada bulan Desember – Februari, sedangkan bulan kering jatuh pada bulan Juni – Agustus.
Jenis tanah yang dominan di wilayah ini adalah jenis Podsolik, terutama Podsolik merah kuning. Hasil endapan sungai serta humus dari pohon-pohon di wilayah ini merupakan sumber utama kesuburan tanah.
Nama Wilayah
Sungulo’ adalah penyebutan masyarakat setempat untuk Sungai Uluk, sebagaimana lazimnya masyarakat Dayak yang menyebut nama tempat merujuk pada sungai yang berada di daerah mereka tinggal. Nama Sungulo’ Palin digunakan karena Sungai Uluk tempat masyarakat ini berada merupakan anak dari Sungai Palin, ini untuk membedakan dengan Sungai Uluk yang juga termasuk anak Sungai Kapuas di selatan daerah mereka.
Perkenalan dengan masyarakat Melayu yang mengenal ‘sungai’ dengan istilah ‘sei’ membuat daerah ini juga sering disebut Sei Uluk Palin, setidaknya nama ini yang terdapat pada papan nama sekolah dasar negeri yang terdapat di sana.
Nama resmi yang terdaftar pada Pemerintahan Negara Republik Indonesia melalui Kecamatan Embaloh Hilir dan Desa Nanga Nyabau adalah ‘Dusun Sungai Uluk Palin’. Tetapi pada tulisan ini digunakan nama Sungulo’ Palin merujuk pada penyebutan masyarakat setempat atas wilayah mereka sendiri.
Sejarah Perkembangan Dusun Sungulo’ Palin
Sebelum adanya Desa Nanga Nyabau, wilayah Ketumenggungan Sungulo’ Palin meliputi seluruh wilayah yang saat ini menjadi Desa Nanga Nyabau. Dusun Sungulo’ Palin merupakan salah satu dusun yang ada di desa Nanga Nyabau.
Struktur Pemerintahan Ketumenggungan ini merupakan pengaruh dari sistem kolonial Belanda. Tahun 1909 Pemerintah Kolonial Belanda membuat peraturan mengenai sistem Pemerintahan Tradisional. Peraturan tersebut diantaranya pemberian gelar Kepala Adat sebagai Kepala Pemerintahan menjadi Tumenggung.
Pergantian Kepala Adat menjadi Tumenggung tidak mengubah struktur pemerintahan yang ada, hanya merubah sebutan Kepala Adat menjadi Tumenggung mengikuti sebutan yang ada di Jawa.
Adanya UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pokok Pemerintahan Desa mempengaruhi struktur pemerintahan adat yang sudah ada. Dampaknya, wilayah Ketumenggungan Sungulo’ Palin menjadi Desa Nanga Nyabau yang dikepalai oleh seorang Kepala Desa. Kampung-kampung yang ada berubah menjadi enam dusun termasuk Dusun Sungulo’ Palin .
Walaupun UU No 5 Tahun 1979 sudah diberlakukan, dalam kenyataannya masyarakat adat masih mengakui keberadaan pemerintahan secara adat. Jadi disamping ada struktur pemerintahan desa dan dusun masyarakat masih mengakui adanya struktur pemerintahan adat yaitu Tumenggung dan ‘Tua-Tua Adat’, sehingga ada pembagian tugas, yaitu kepala desa dan kepala dusun mengurusi masalah administrasi pemerintahan, dan Tumenggung bersama Tua-Tua Adat mengurusi masalah yang berhubungan dengan adat yang masih kuat dijalankan oleh masayarakat setempat.
Batas adat Dusun Sungulo’ Palin
Sesuai leluhur wilayah Sungulo’ Palin dan Banua Sio dipisahkan oleh sungai Suai. Batas ini mengalami perubahan karena adanya Dusun Seluan. Dusun Seluan inilah yang mengakibatkan wilayah Sungulo’ Palin dan Banua Sio mengalami penyempitan.
Menurut penuturan Bapak Tumenggung Bacupa dan Tua-tua Adat, dahulu sungai Seluan merupakan tempat menuba ikan, sungai Seluan dijadikan tempat menuba ikan karena jauh dari tempat tinggal dan tempat untuk mandi, cuci dan minum.
Dahulu batas di sebelah Barat sampai di Sungai Suai dimana di Sungai Suai terdapat orang Palin yang terdesak sampai ke daerah Kapuas. Ini dibuktikan bahwa sampai sekarang orang Kapuas masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan daerah Sungulo’ Palin.
Sejarah Batas Ulayat
Tahun 1950-an ada 2 – 3 keluarga yang berasal dari Dayak Kantu’ meminta izin kepada kepala adat Sungulo’ Palin untuk membuka ladang di sekitar sungai Suai. Hal ini seiring dengan usaha kayu yang sedang meningkat sekitar tahun 1970-an. Pemerintah menganggap pemukiman Seluan sudah layak dijadikan sebuah Dusun. Sebagian wilayah Dusun Sungulo’ Palin dan Dusun Nyabau “diambil” yaitu untuk dijadikan wilayah tersendiri Dusun Seluan.
Usaha untuk menentukan batas wilayah sudah dilakukan dengan membiarkan dusun Seluan menetapkan batas yang baru, yaitu dari bukit Loang Asu bukit Paninjaun sampai Sungai Marindang sebagai batas Sungulo’ Palin dan Seluan. Dengan batas inipun dusun Seluan tidak mau terima, padahal sebenarnya menurut sejarahnya harus sampai sungai Suai, hal ini sudah direlakan oleh Sungai Ulupalin.
Usaha “memundurkan batas” ini juga masih belum diterima Desa Seluan padahal dari Pemerintahan tingkat Kecamatan Embaloh Hilir sudah menyetujui tinggal mengeluarkan SK dan membuat rintisan batas.
Untuk batas dengan dusun-dusun lain tidak ada masalah karena merupakan satu ketumenggungan dan masyarakatnya saling mengakui.
Pada awalnya masalah Seluan muncul dan menjadi serius karena adanya HPH PT. Bumi Raya Utama (BRU) yang beroperasi di daerah Sungulo’ Palin dan Dusun Seluan. Masalah ini semakin jelas kepermukaan setelah pihak PT. BRU akan melaksanakan RKT tahun 2000.
Sejarah Peristiwa/Kejadian Penting
Kejadian-kejadian yang terjadi pada masyarakat Sungulo’ yang terdokumentasi pada kegiataan PRA yang mempunyai dampak pada masyarakat Dusun Sungulo’ Palin baik secara langsung maupun tidak langsung adalah peristiwa-peristiwa :
Pengerasan jalan Dusun Sungulo’ Palin – Nanga Nyabau, pada masa pemerintahan penjajahan Belanda (tahun tidak diketahui).
Kedatangan misionaris Katholik dari Belanda pada tahun 1938 untuk menyebarkan agamanya, tetapi kedatangan ini ditolak oleh masyarakat. Sang Pastor sendiri hanya sampai Bukit Nyala Bintang.
Masyarakat Dayak Kantu’ yang sebelumnya sudah berusaha mencari hasil hutan di sekitar Sungai Seluan meminta izin untuk diberi hak tinggal di sekitar Sungai Seluan sekitar tahun 1959, masyarakat ini kemudian berkembang menjadi dusun Seluan yang masuk ke dalam Desa Nanga Awin, pada perkembangan selanjutnya tidak hanya terdiri dari suku Dayak Kantu’ saja tetapi bercampur dengan masyarakat Dayak lainnya, Melayu dan orang-orang dari Putussibau. Pada tahun-tahun itu sudah ada beberapa keluarga yang tinggal di sekitar Sungai Seluan itu.
Adanya konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1960-an. Atas anjuran pihak tentara (militer) masyarakat Dusun Sungulo’ Palin diminta untuk tidak berladang di tempat yang jauh dari lokasi rumah betang dengan alasan keamanan, mereka berladang hanya di sekitar rumah ladang. Pada saat ini juga tentara melakukan penebangan pohon-pohon di depan rumah betang sampai ke Sungai Nyabau yang sebelumnya tertutup dengan pohon yang cukup rapat.
Dibangun Sekolah Dasar swasta tahun 1969.
Misionaris Katholik yang sebelumnya ditolak datang, pada tahun 1970 diterima datang untuk menyebarkan agamanya.
Sekitar awal tahun 70-an mulai datang wisatawan-wisatawan yang datang untuk melihat pesona budaya rumah panjang (rumah Betang) tetapi masih sangat jarang karena akses transportasi yang masih sulit. Wisatawan yang datang makin banyak setelah dibukanya jalan Lintas Utara Putussibau-Badau. Tahun ini juga datang seorang peneliti antropologi dari Inggris Victor T. King yang sedang meneliti masyarakat Dayak Taman (Maloh).
Pada tahun 1970-an (tahun pastinya tidak diketahui) bagian hilir rumah betang rusak, kesulitan mendapat bahan untuk membangun kembali bagian yang rusak menyebabkan masyarakat mulai membangun Rumah-rumah Tunggal (yang terpisah dengan rumah Betang) di depannya, sejak saat ini bila ada pembangunan rumah akibat bertambahnya penduduk, tidak lagi dengan menyambung rumah Betang yang ada tetapi cenderung membangun rumah-rumah tunggal.
Sekolah Dasar (swasta) yang ada mulai rusak dan pada tahun 1977 atas bantuan pemerintah dibangun Sekolah Dasar Negeri.
Tahun 1978 bangunan SD swasta diubah fungsi menjadi Balai Desa. Pada tahun 1978/1979 juga masyarakat Dusun Sungulo’ Palin terjangkit wabah penyakit Sampar yang menyebabkan kematian bagi beberapa warganya (jumlah pasti tidak diketahui).
Tahun 1980 Balai Desa yang bangunannya diperbaiki dari bangunan SD swasta mulai berfungsi.
Masuknya perusahan HPH pertama yang beroperasi di wilayah adat masyarakat Dusun Sungulo’ Palin tahun 1981 yaitu PT. HKU.
Dibangun Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1984. Jalan Lintas Utara yang menghubungkan Ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Putussibau dengan kota yang terdekat dengan perbatasan Indonesia – Malaysia, Badau, mulai dirintis tahun 1991 dan pengerasannnya (pengaspalan) sekitar tahun 1995/1996.
Tahun 1992 Balai Desa rusak dan sampai sekarang tidak pernah diperbaiki lagi.
Tahun 1994, Gubernur Kalimantan Barat, Aspar Aswin datang mengunjungi masyarakat Dusun Sungulo’ Palin.
Tahun 1994 ini juga Dusun Sungulo’ Palin dilewati oleh Tim Ekspedisi Kapuas- Mahakam dari Mapala UI. Tahun ini juga mulai berdatangan orang-orang dari luar yang melakukan penebangan kayu secara liar yang khususnya mencari kayu meranti di wilayah hutan adat masyarakat Sungulo’ Palin.
Sedangkan tahun 1995/1996 berdatangan orang-orang yang mencari kayu gaharu yang bernilai sangat tinggi.
Tahun 1997 masyarakat Dusun Sungulo’ Palin mendapat bantuan untuk perbaikan pagar rumah Betang dan dek. Program ABRI Masuk Desa (AMD) berlangsung juga pada tahun 1997. Tahun 1997 ini juga Dusun Sungulo’ Palin dilewati oleh Tim Trans Borneo dari Brunei Darussalam yang melakukan perjalanan keliling Kalimantan lewat darat dengan kendaran mobil (off-road).
Tahun 1998 HPH PT. Bumi Raya Utama datang beroperasi menggantikan PT. HKU yang sempat vakum.
Tahun 1999 – 2000 Koperasi Mapala bekerjasama dengan LSM Buana Katulistiwa melakukan program “Mempertahankan warisan budaya yang masih ada – Rumah Panjang terpanjang se Kalimantan” (partisipasi dalam pemberdayaan dan pengelolaan sumberdaya alam Dusun Sungulo’ Palin, sebagai prototype). ** Tim Buana Khatulistiwa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar