"Saat ini baru memulai pembangunan tugu, sebagai simbol utama di lahan itu. Bentuknya berupa tiang sandung (khas Dayak Kapuas Hulu), yang di atasnya bertengger burung enggang," ujar Ivo kepada Tribun.
Sebuah tugu yang anggaranya diperkirakan menghabiskan dana di atas Rp 100 juta, mulai dibangun di lahan enam hektar di Jl Trans Kalimantan, Kalimantan Barat. Tugu tersebut merupakan simbol akan adanya sebuah rumah betang baru, yakni rumah adat khas Dayak.
Awalnya, Panitia Persiapan dan Pembangunan Rumah Adat Dayak (P2RAD) Kalbar sudah terbentuk sejak September 2005 silam. Mereka merencanakan pendirian rumah adat Dayak yang baru.
Ketua P2RAD Kalbar, Herman Ivo, Jumat (22/1/2010) menuturkan, dana segar yang sudah terhimpun baru sejumlah sekitar Rp 3 miliar, yang sebagian sedang diputar untuk sejumlah usaha yang mendukung penambahan pemasukan. Jumlah tersebut masih sangat jauh dari angka yang ditargetkan Rp 39 miliar.
Ia bertekad mengejar realisasi target setidaknya Rp 10 miliar, agar pembangunan rumah betang bisa dimulai. Bulan ini diprogramkan untuk sosialiasi efektif ke lembaga keuangan Credit Union (CU) yang tersebar di Kalbar dan juga dengan pemerintah daerah.
Rencana mendirikan rumah adat baru, dikarenakan rumah betang yang ada sekarang di Jl Sutoyo Kota Pontianak, dalam kondisi tua dan tidak representatif lagi. Lokasi yang baru terletak di Jl Trans Kalimantan, Kuala Ambawang, dengan luas lahan 6 hektar merupakan bantuan dari Pemprov Kalbar melalui APBD 2006.
Dana dihimpun, di antaranya dengan cara penjualan sertifikat. Kategorinya mulai dari sertifikat ekslusif dengan harga Rp 1 juta per lembar, sampai sertifikat standar yang berkisar Rp 10 ribu, Rp 25 ribu, dan Rp 50 ribu per lembar.
Selain itu, sejumlah unit usaha dibuka, seperti rumah makan khas Dayak maupun dari penjualan aksesoris di galeri seni, yang dibuka di rumah betang, Jl Sutoyo. Rumah adat yang baru, selain sebagai pusat aktivitas budaya, juga dikonstruksikan sebagai lokasi wisata.
"Akan kami bangun taman yang luas di sekitar rumah betang yang baru. Semacam hutan kecil yang memanfaatkan sekitar 50 persen dari total area," kata Ivo.
Juga ada balai pertemuan untuk berbagai kegiatan, maupun unit usaha berbasis budaya, sehingga diharapkan bisa mandiri secara ekonomis. Bakal dilengkapi juga dengan berbagai macam benda budaya, kerajinan tangan, dan situs-situs yang ada di masyarakat seperti barang antik.
"Apabila rumah betang itu sudah jadi, berbagai kegiatan tradisional seperti mengayam, tenun, ataupun seni pahat, akan digelar setiap saat. Pengunjung dari luar bisa menyaksikan replika aktivitas budya orang Dayak," tutur Ivo.
Rumah Betang yang sudah ada selama ini di Jl Sutoyo merupakan aset Pemprov Kalbar. Dibangun sekitar 1977, didesain oleh tokoh Dayak, Yacob Lomon, yang saat itu menjabat anggota DPRD Kalbar.
Selama ini jumlah pengunjung signifikan, tetapi Rumah Betang itu kosong. Tak ada yang bisa ditunjukkan, sehingga pengunjung hanya berfoto dengan latar ornamen khas Dayak yang ada di tiang dan dinding
Tidak ada komentar:
Posting Komentar